PROFESI PENDIDIKAN
-

Senin, 11 Mei 2009

Mengkritisi Pendidikan Dasar Gratis

Mengkritisi Pendidikan Dasar Gratis 
PEMERINTAH tetap pada pendiriannya. Meskipun gelombang protes dan aksi demo menolak kenaikan harga BBM terus berlanjut, keputusan menaikkan harga BBM adalah final. Sebagai kompensasinya, pemerintah akan mengalokasikan dana Rp 5,6 triliun untuk subsidi pendidikan dan sekitar 2 triliun untuk subsidi kesehatan plus dana pengamanan program sebesar Rp 7,9 miliar dan subsidi raskin.

Di sektor pendidikan (dasar), berkaitan dengan kenaikan harga BBM tersebut, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono begitu gencar melakukan sosialisasi pendidikan gratis di berbagai media. Pemerintah terus mengkampanyekan bahwa dengan dialihkannya sebagian subsidi BBM ke pembiayaan pendidikan, maka pendidikan dasar akan dapat dinikmati rakyat secara gratis (Kompas, 21/3/2005). Pertanyaannya, mungkinkah pendidikan dasar gratis bagi seluruh siswa SDN di Indonesia tersebut dapat diwujudkan? Tulisan berikut ini mencoba menelaahnya.

Tak ada yang membantah bahwa pendidikan adalah kunci kehidupan. Melalui pendidikan, setiap manusia 'dimanusiakan' sehingga ia bisa hidup dan dapat menikmati serta memaknai kehidupannya secara bermartabat. Oleh karena itu, setiap manusia mempunyai hak untuk mendapatkan akses pendidikan yang memungkinkannya memiliki kesadaran kritis dalam menyikapi dinamika dan fenomena yang terjadi di masyarakatnya. Dengan demikian tersedianya pendidikan berbiaya murah, apalagi gratis seperti yang dijanjikan pemerintahan SBY baru-baru ini menjadi sangat penting

Namun demikian, sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah tersebut harus tetap dilakukan. Ini menjadi penting mengingat untuk mewujudkan pendidikan gratis bagi seluruh siswa SDN di Indonesia seperti yang dijanjikan pemerintah bukanlah perkara mudah. Upaya mewujudkan pendidikan gratis tersebut hendaknya tidak dilakukan secara terputus-putus melainkan harus dilakukan secara berkesinambungan, dengan penuh persiapan dan perhatian.

Menurut Djauzak Ahmad (2005), menggratiskan pendidikan dasar itu tidak dapat dilakukan secara terputus-putus. Untuk itu, perlu dirancang pola distribusi anggaran yang tepat agar dana untuk menggratiskan pendidikan dasar itu tidak sampai putus di tengah jalan, karena hanya akan menjadi sia-sia.

Dalam kerangka inilah, pemerintah mesti cermat dan realistis dalam menyusun dan menetapkan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan dasar gratis bagi seluruh siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) di seluruh Indonesia. Mengingat jumlah anggaran pendidikan yang tersedia saat ini, hampir dapat dipastikan bahwa pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk menggratiskan pendidikan SDN secara keseluruhan. Mari kita lihat perhitungan berikut ini.

Data Balitbang Depdiknas (2004) berkaitan dengan analisis biaya satuan pendidikan(BSP) untuk pendidikan dasar dan menengah yang dikeluarkan oleh orang tua siswa meliputi (1) buku dan alat tulis sekolah, (2) pakaian dan perlengkapan sekolah, (3) akomodasi, (4) transportasi, (5) konsumsi, (6) kesehatan, (7) karyawisata, (8) uang saku, (9) kursus, (10) iuran sekolah, dan (11) foregone earning.

Berdasarkan data tersebut, BSP yang harus dikeluarkan orangtua siswa yang anaknya bersekolah di SDN mencapai angka Rp 5,967 juta, di SD swasta Rp 7,506 juta. Sedangkan yang anaknya bersekolah di SMPN mencapai angka Rp 7,528 juta dan di SMP Swasta mencapai angka Rp 7,862 juta (Ki Supriyoko, 2005).

Jika memang seperti yang dikampanyekan pemerintah bahwa pemerintah berkaitan dengan kenaikan harga BBM tersebut akan menggratiskan pendidikan dasar di SDN seluruh Indonesia, maka untuk SDN saja dana kompensasi yang harus dikeluarkan pemerintah adalah Rp 5,967 juta dikalikan jumlah siswa SDN sekarang ini 24.058.448 siswa = Rp 143, 56 triliun. Belum lagi untuk SD Swasta, SMPN, dan SMP Swasta.

Dari jumlah dana ratusan triliun rupiah yang harus dikeluarkan pemerintah untuk menggratiskan pendidikan dasar di seluruh SDN di Indonesia tersebut, jelas sekali bahwa pemerintah tidak akan mampu mewujud

http://arsip.pontianakpost.com/berita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar